Sesajen Sebagai Sarana Penghormatan Dalam Pandangan BUDDHISME
indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki beragam kebudayaan dan budaya yang masih berkembang hingga saat ini. Adanya beragam suku, dan agama di masyarakat jawa dan di temukan sistem nilai-nilai budaya. Salah satu tradisi masyarakat Jawa yang hingga sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan masyarakat Jawa adalah ritual sesajen. Ritual sesajen ini merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang.
Di era globalisasi masyarakat jawa masih menggunakan sesajen sebagai sarana untuk menghormat roh-roh nenek moyang yang telah meninggal dunia. Banyak orang yang masih menggunakan tradisi jaman dulu tentang sesajen yang digunakan untuk selametan atau memuja para roh-roh. Orang-orang menganggap bahwa memuja roh sudah menjadi tradisi para leluhur terutama di pulau jawa kejawen. Banyak terjadi di masyarakat jawa yang masih memuja roh-roh para dewa yang di anggap sebagai ritual agar mendapatkan keselamatan.
Dalam agama Buddha seseorang yang masih menggunakan sesajen dalam altar yaitu berupa buah-buahan dan makanan sebagai simbol penghormatan. Menghormat merupakan memberi atau menyatakan hormat. Dalam falsafah hidup Jawa berbakti kepada kedua orang tua dan para leluhur yang menurunkan adalah suatu ajaran yang diagungkan. Orang Jawa yang memahami hakekat hidup tentunya kepada orang tua dan para leluhur yang menurunkannya.
Salah satu wujud konkrit rasa berbakti tersebut adalah berupa sesaji sebagai persembahan atas segala rasa hormat dan rasa terimakasih tak terhingga kepada para leluhur yang telah wafat yang mana semasa hidupnya telah berjasa memberikan warisan ilmu, harta-benda, dan lingkungan alam yang terpelihara dengan baik sehingga dapat kita nikmati sampai saat ini dan memberikan manfaat untuk kebaikan hidup kita.
Sesajen yaitu makanan (bunga-bungaan) yang disajikan kepada makhluk halus. Buddhisme mengenal sesajen sebagai sarana untuk menghormat para makhluk-makhluk yang ada dialam neraka. Buddhisme memandang sesajen merupakan suatu bentuk penghormatan yang ada dalam ajarannya karena agama Buddha mengajarkan tentang belas kasihan kepada semua makhluk. Orang-orang masih menggunakan sesajen sampai sekarang ini. Tujuan dari sesajen yaitu untuk mengucapkan terima kasih kepada semua mahkluk atau kepada roh-roh.
Sarana yaitu segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud dan tujuan. Keagamaan orang jawa kejawen selanjutnya ditentukan oleh kepercayaan pada berbagai macam roh yang tidak kelihatan. Orang melindungi diri dengan memberi sesajen yang terdiri dari nasi dan makanan lain, daun-daun bunga dan kemenyan. Bunga mempunyai makna filosofis agar kita dan keluarga senantiasa mendapatkan “keharuman” dari para leluhur.
Masyarakat kota Semarang sering melihat bunga-bunga yang berserakan di perempatan jalan. Tujuannya mungkin agar semua yang melewati perempatan tersebut aman-aman saja atau tidak terjadi kecelakaan. Ritual pemberian sajen memang memiliki nilai magis yang sangat tinggi. Kesalahan umat manusia sering terjebak pada hal-hal yang bersifat abstrak sebagai dunia yang pasti atau nyata demi membela keyakinan dunia ghaibnya. sesungguhnya orang yang menabur bunga di perempatan jalan sambil mengucapkan doa yang mensiratkan makna yang dalam dalam limpahan kasih sayang yang tidak pilih kasih. Adapun doanya misalnya sebagai berikut :
“Ya Tuhan berilah keselamatan dan berkah kepada siapapun yang melewati jalan ini, baik manusia, makhluk halus, maupun binatang apapun jenis dan namanya”.
Doa dan apa yang mereka lakukan merupakan manifestasi dari budi pekerti mereka yang sungguh adiluhung. Mengucapkan doa dengan ketulusan dan kasih sayang yang penuh limpahan berkah. Alam menyambutnya dengan limpahan berkah dan keselamatan lahir batin kepada seluruh makhluk yang melewati perempatan jalan itu. Itulah kodrat alam yang telah terbentuk dalam relung-relung hukum keadilan Tuhan.
Comments
Post a Comment